BAB 2 – Melangkah keluar Dunia
Walaupun Tetua
leluhur ingin mengantar Awan Biru menuju Kuil Hati Kudus secepatnya, namun pada
kenyataannya rencana ini tertunda hingga 6 bulan dikarenakan banyaknya
persiapan dan pekerjaan yang harus Tetua leluhur lakukan.
“Apa kau takut?”
Tanya Tetua leluhur kepada pemuda tampan disebelah kanannya, “Ini kali pertama
kau keluar dari kuil semenjak menjadi murid, kan?”
“Aku tidak
takut,” Ujar Awan Biru tersenyum puas, ia sudah lama menantikan tibanya hari
ini semenjak diberitahukan mengenai rencana perjalanan ini.
Bagi
pendekar-pendekar muda, Tetua leluhur adalah tujuan hidup mereka dalam berlatih
ilmu silat.
Tetua leluhur
mengangguk puas mendengar ucapan Awan Biru dan berbalik melihat para Tetua
Utama dan Tetua Inti yang mengantarkan mereka ke gerbang.
“Kurasa kalian
cukup mengantarkan kami sampai disini,” Ujar Tetua Leluhur, “Kalian boleh
pulang sekarang!”
Tetua pertama
mengangguk setuju, mereka telah tiba diwilayah perbatasan Kuil Nimia dan
memasuki wilayah penuh monster. Berbeda dengan perguruan-perguruan silat lain
yang berada dalam wilayah dan perlindungan kerajaan, Kuil Nimia berada
diwilayah penuh monster-monster mengerikan. Dari sini dapat terlihat bagaimana
kuatnya Kuil Nimia itu.
“Kalau begitu
kami permisi dulu,” Ujar Tetua pertama, “Kami berharap guru selalu baik-baik
saja dan perjalanan ini berhasil!”
Para tetua
lainnya mengikuti sikap Tetua Pertama dan membungkuk memberi hormat. Para Tetua
Utama tidak lupa memberikan nasihat kepada Awan Biru mengenai apa yang boleh
dan tidak boleh ia lakukan dalam etika pergaulan sebelum akhirnya meninggalkan
Tetua Leluhur dan Awan Biru berdua saja.
“Ayo kita
pergi!”
Tetua leluhur
lalu menyusuri jalan setapak dan mulai berjalan di depan Awan Biru.
“Kemana tujuan
kita, Guru?” Tanya Awan Biru bersemangat.
“Apa kau pernah
mendengar mengenai Kuil Hati Kudus, Awan?” Tanya Tetua leluhur, “Kuil itu
terletak di wilayah kerajaan Hilram di Benua Ori, sekitar 13 ribu km dari
tempat ini”
“A.. aku pernah
membaca mengenai kuil hati kudus,” Ujar Awan Biru menelan ludah, ia tidak
menyangka kalau perjalanan pertamanya akan menempun jarak sebegitu jauh,
“Mereka kuil silat yang hanya menerima murid perempuan. Di masa jayanya mereka
mempunyai seorang pendekar wanita bernama Milia Aura yang mencapai tingkatan Kaisar
Abadi. Sayangnya, semenjak 800 tahun yang lalu, keberadaan Milia Aura tidak
diketahui dan semenjak itu kuil hati kudus terus mengalami kemunduran hingga
akhirnya jatuh menjadi perguruan silat kelas 3!”
“Kau belajar
dengan sangat baik!” Puji Tetua leluhur senang, “Betul kuil hati kudus sekarang
telah menjadi perguruan silat kelas 3, namun demikian, ilmu silat hati kudus
mereka masih ilmu silat terpilih!”
Di Miraj,
terdapat 5 tingkatan ilmu silat yang menentukan kualitas ilmu tersebut yaitu,
Biasa, Tinggi, Agung, Terpilih dan Terpilih Agung. Walaupun hanya terdapat 5
kelas namun kualitas antar kelas sangat jauh berbeda, bagaikan bumi dan langit.
Dari sini saja dapat terlihat bagaimana hebatnya Ilmu silat hati kudus yang
berada di tingkatan Terpilih.
“Bahkan,
perguruan-perguruan silat besar di Miraj belum tentu mempunyai satupun ilmu
silat di tingkatan terpilih ini!” Kata Tetua leluhur mengakhiri ucapannya.
“Kalau Kuil
Nimia kita memiliki berapa ilmu silat terpilih, guru?” Tanya Awan Biru
penasaran.
“Hehe, kalau
soal ini perguruan kita dapat membusungkan dada terhadap perguruan manapun
didunia!” Kata Tetua leluhur penuh kebanggaan, “Kita memiliki 2 ilmu silat
tingkatan Terpilih Agung, 5 ilmu silat tingkatan terpilih dan puluhan ilmu silat
tingkat agung!”
“Benarkah?”
“Ilmu pernapasan
4 arah yang dipelajari oleh semua murid Kuil Nimia berada di tingkatan Agung!”
kata Tetua leluhur lagi, “Bayangkan, ilmu silat tingkat agung saja menjadi ilmu
yang umum di kuil kita. Bukankah ini membuat perguruan lain menjadi malu?”
“Guru, benar!”
Awan Biru mengangguk setuju dengan penuh kebanggaan, “Tapi, kenapa aku belum
pernah melihat ilmu silat tingkatan terpilih dan ilmu silat terpilih agung?”
“Aih, itu karena
ilmu tersebut kami rahasiakan!” seru Tetua leluhur menyentuh hidungnya,
“Bagaimanapun baiknya sebuah perguruan silat, pewarisan ilmu silatnya tentulah
penuh dengan kerahasiaan. Aku dan para tetua harus menjamin kalau kami tidak
mengajarkan ilmu silat ke orang yang salah!”
“Benar, jika
diwariskan ke murid yang durhaka hanya akan membawa musibah dikemudian hari!”
“Betul, betul,”
Kata Tetua leluhur penuh perhatian.
Sepanjang
perjalanan Tetua leluhur dan Awan Biru terus berbincang dan seminggu kemudian
mereka tiba dikota perbatasan kerajaan Yorus. Tidak ada masalah selama
perjalanan seminggu ini, walaupun mereka melintasi beberapa gunung yang penuh
dengan monster, namun aura Tetua leluhur mampu menahan niat-niat jahat
monster-monster tersebut. Sungguh kekuatan sangat mengerikan!
“Ini kota yang
kecil,” Kata Awan Biru melihat sedikitnya penduduk yang berada dikota ini.
“Itu karena kota
ini merupakan kota perintis,” Kata Tetua leluhur, “Karena kota-kota besar tidak
berani berhadapan langsung dengan monster, maka mereka menginventasikan uang
dalam jumlah besar untuk membangun tembok dan kota-kota kecil untuk melindungi
mereka. Hal ini terjadi berulang-ulang dan dalam waktu yang lama hingga
akhirnya kota-kota tersebut memutuskan untuk menjadi sebuah kerajaan!”
Awan Biru
mengangguk mendengarkan pengajaran gurunya. Detil-detil seperti ini tidak ada
dalam buku-buku yang Awan Biru baca.
“Kita akan
bermalam dikota ini,” Ujar Tetua leluhur, “Besok pagi-pagi sekali kita akan
naik perahu menyusuri sungai Kua hingga ke kota Ranm. Dari situ kita bisa
menyeberang ke benua Ori dan menuju kerajaan Hiram!”
Tetua leluhur
tertawa kecil melihat reaksi Awan Biru yang kebingungan mendengar ucapannya.
“Kau tentu
berpikir kenapa kita tidak naik hewan gaib, kan?”
Di Miraj, selain
terdapat monster terdapat juga berbagai makhluk gaib dan hewan gaib. Sebenernya
ketiga makhluk itu adalah sama, makhluk yang mempunyai kekuatan dan Qi yang
sebanding dengan manusia. Namun perbedaan mereka adalah cara memandang manusia,
apakah sebagai teman, musuh atau makanan!
Mendengar
pertanyaan Tetua leluhur mau tidak mau Awan Biru mengangguk. Sebenarnya ia
penasaran kenapa mereka harus berjalan kaki mengingat Kuil Nimia memiliki
banyak hewan gaib yang mampu mengangkut mereka kemana saja mereka mau.
“Wajar jika kau
bingung akan hal ini,” Ujar Tetua leluhur, “Namun, aku menginginkan perjalanan
ini semata-mata agar kau dapat melihat dunia ini dengan matamu sendiri bukan
dari kacamata orang lain. Di Kuil Nimia posisimu sangat dihormati namun dimata
orang lain kau tidak lebih baik daripada mereka. Apa kau mengerti apa yang
kumaksud?”
“Aku mengerti,
guru!” Jawab Awan Biru sungguh-sungguh.
Awan Biru lebih
paham akan hal tersebut ketimbang siapapun. Tetua leluhur dan kebanyakan tetua
lainnya tidak mengetahui bagaimana sikap para murid generasi junior terhadap
Awan Biru dikarenakan kesibukan mereka.
6 bulan berlalu
hingga akhirnya mereka tiba di kota Ranm. Sama seperti di kota-kota besar yang
mereka singahi lainnya, ketika mereka memasuki pintu gerbang, puluhan pendekar
telah berbaris rapi menyambut. Seberapapun inginnya Tetua leluhur untuk
mengadakan perjalanan rahasia namun jaringan informasi kerajaan sangatlah
dahsyat.
Tetua leluhur
menerima penghormatan para pendekar tersebut dengan sopan namun tidak sedikitpun
memperdulikan undangan mereka menginap dirumahnya. Walaupun berbagai pejabat
dan pendekar menawarkan hewan gaib terbaik mereka untuk mengangkut Tetua
leluhur dan Awan Biru, namun Tetua leluhur hanya menggelengkan kepala
menolaknya.
Setelah
beristirahat selama 2 hari dikota Ranm, Tetua leluhur dan Awan Biru melakukan
perjalanan laut mereka dan menyeberang ke benua Ori. Waktu yang mereka butuhkan
untuk menyeberang adalah 3 minggu, itupun termasuk beruntung karena cuaca yang
cerah, jika terjadi badai maka waktu yang dibutuhkan bisa mencapai 5-6 minggu.
“Inikah Benua
Ori?” Seru Awan Biru takjub.
Jika Benua Triak
mempunyai banyak sekali gunung dan hutan maka benua Ori lebih merupakan padang
rumput dan dataran tinggi. Namun itu hanya penilaian sekilas dari sudut pandang
Awan Biru, mengingat ia baru saja menjejakkan kakinya di benua Ori maka
penilaian dia belumlah layak untuk dipercaya.
“Disini kau
harus lebih waspada,Awan,” Ujar Tetua Leluhur, “Kekuatan negara Hilram tidak
sebesar negara Yorus sehingga mereka tidak bisa melindungi seluruh wilayahnya
dari para monster!”
Awan Biru
mengangguk dan berlari mengikuti Tetua leluhur. Berbeda dengan perjalanan
sebelumnya, di Benua Ori Tetua leluhur mengajarkan berbagai teknik bertahan
hidup, seperti memasak, menguliti dan membelah organ hewan dan cara
pengawetannya, mengajari berbagai tanaman obat dan bagaimana penggunaannya
dalam berbagai penyakit. Singkat kata, Tetua leluhur mengajari Awan Biru
bagaimana menjadi mandiri di alam liar.
“Aku tidak tahu
kapan, tapi kau pasti membutuhkan pengetahuan ini nantinya!”
“Iyah,” Jawab Awan
Biru senang.
Walaupun Tetua
leluhur selalu mewanti-wanti Awan Biru untuk terus waspada namun pada
kenyataannya tidak ada satupun masalah sepanjang perjalanan. Di satu sisi,
kekuatan Tetua leluhur mampu menahan keinginan para monster untuk memangsa mereka
dan disisi lain, surat ijin perjalanan dari kerajaan Yorus juga membuat para
birokrat kerajaan Hilram tidak berani mengganggu kedua biksu ini.
Sekitar 4 bulan
perjalanan akhirnya mereka tiba di sebuah rentetan gunung yang seperti
jari-jari manusia. Gunung tersebut bernama Pegunungan 10 jari dikarenakan
bentuknya yang benar-benar seperti jari-jari manusia, bahkan gunung ketiga dan
gunung kedelapan hampir mirip seperti jari tengah manusia karena tingginya
melebihi tinggi gunung-gunung lainnya.
“Pegunungan 10
jari,” Ujar Tetua leluhur yang melihat ketakjuban Awan Biru, “Kau tidak akan
melihat pegununungan seperti ini lagi di Miraj, Awan!”
“Ini benar-benar
indah,” Ujar Awan Biru terkagum.
“Jika saja kau
ketempat ini pada pagi hari maka kau bisa melihat Matahari terbit dari
sela-sela gunung dan itu sangatlah indah!”
“Guru pernah
kemari sebelumnya?”
“Tentu saja,”
Kata Tetua leluhur, “Sejak muda aku berulang kali ke tempat ini untuk berbagai
urusan. Kuyakin di masa mendatang kau akan sering ketempat ini.”
“Kuharap juga
begitu,” Ujar Awan Biru sungguh-sungguh, ia ingin berguna bagi gurunya dan bagi
kuilnya, “Guru, kenapa Kuil Nimia sangat baik kepadaku?”
“Kau kan sudah
tahu alasannya,” Kata Tetua leluhur lembut.
“Aku tahu, tapi
aku hanyalah anak yang tidak mampu menembus tingkat 4,” kata Awan Biru
nelangsa, “Aku tahu kalau perjalanan ini agar aku mampu menembus hambatan yang
kualami, namun, bagaimana jika aku gagal?”
“Gurumu ini
percaya kalau kau adalah anak berbakat!” Ujar Tetua leluhur sungguh-sungguh,
“Jika cara ini gagal maka kita bisa mencoba cara lain. Kuil Nimia tidak
kekurangan sumber daya manusia maupun sumber daya alam untuk mengatasi masalah
ini! kau tidak perlu takut, Awan!”
Awan Biru
mengangguk dalam-dalam sambil menghapus airmatanya, “Aku pasti tidak akan
melupakan budi guru dan para tetua!”
Tetua leluhur
tertawa mendengar itu, “Budi antara Kuil Nimia dan Klan Biru sudah terpatri di
hati semua orang selama ribuan tahun, Awan. Kita ini 1 hati dan 1 tubuh, jika
hati terluka maka tubuh tidak akan nyaman dan jika tubuh terluka maka hati
tidak akan tentram! Jika kau sudah besar nanti maka tidak boleh sekalipun kau
melupakan hubungan antara Klan Biru dan Kuil Nimia, kau paham,kan!?”
“Murid paham,
guru!”
“Baiklah,
sekarang saatnya kita masuk ke Kuil Hati Kudus!”
“Eh, memangnya
kita sudah sampai?”
“Pegunungan 10
jari inilah tempat dimana Kuil Hati Kudus berada,” Tetua leluhur menjelaskan,
“Pada masa jayanya, Kuil Hati Kudus menguasai kesepuluh gunung namun sekarang
mereka hanya mampu mempertahankan Gunung ketiga, sisanya telah diambil oleh
perguruan lain!”
“Sungguh sangat
menyedihkan!” Kata Awan Biru bersimpati.
Beberapa jam
kemudian Tetua leluhur dan Awan Biru tiba di kaki gunung ketiga, tempat Kuil
Hati Kudus berada. Namun berbeda dengan dugaan mereka, tempat tersebut sangat
ramai dan penuh dengan orang-orang berseragam pendekar berwana merah dan hijau.
“Hai, Biksu!”
Hardik seorang pendekar, “Kalian mau kemana!?”
“Salam, semoga
dewa menunjukkan belas kasihnya kepada kita,” Ujar Tetua Leluhur dan Awan Biru bersamaan.
Pendekar itu
tidak sedikitpun peduli dengan salam Awan Biru dan Tetua leluhur, malahan ia
mencabut goloknya dan menunjuk-nunjuk mereka, “Katakan, apa urusan kalian
ketempat ini?”
“Salam, kami
kedua pendeta ingin bertemu dengan pengurus Kuil Hati Kudus!” Kata Tetua
leluhur mulai kesal.
“Tidak ada,
tidak ada!” Seru Pendekar itu arogan, “Hari ini sedang ada ritual lamaran
antara tuan muda Yoro Wural dari Klan Wural dengan Nona Risa Aura, tidak ada
yang boleh menganggu!”
“Salam, kami
tidak berniat menganggu,” Ujar Tetua leluhur berusaha sabar, “Kami telah
menempuh perjalan selama hampir satu tahun untuk mencapai tempat ini, kuharap
kalian tidak mempersulit kami!”
Pendekar itu
berpikir, jikalau kedua biksu ini memerlukan waktu yang lama untuk tiba ke tempat
ini tentu mereka hanyalah biksu biasa, sebab para pendekar kuat dari perguruan
atau klan-klan besar mempunyai banyak sekali hewan gaib yang dapat mempercepat
waktu perjalanan.
“Bandel sekali
ini biksu!” Seru Pendekar itu marah, “Ini peringatan terakhir, pergi dari
tempat ini atau aku akan membunuhmu!”
“Aih, semoga
dewa menunjukkan belas kasihnya,” Kata Tetua leluhur masih bersabar, “Anak
muda, tidak perlu kau merasa angkuh hanya karena jumlahmu yang banyak.
Sebaiknya kau panggil atasanmu untuk berbicara kepadaku!”
Pendekar itu
terdiam mendengar ucapan Tetua leluhur, walaupun begitu Klan Wural merupakan 1
dari 10 Klan utama di kerajaan Hilram dan setiap pendekar klan utama mempunyai
rasa angkuh yang sangat tinggi hingga sering merendahkan orang lain, tidak
terkecuali pendekar ini.
“Bajingan tua!”
Seru Pendekar itu garang, “Dikasih hati masih tidak mengerti juga. Sekarang
makanlah golok ini dan pergilah ke Neraka!”
Pendekar itu
melesat cepat dan menebaskan goloknya ketubuh Tetua leluhur. Melihat itu, Tetua
leluhur hanya menghela napas kecil sambil mengibaskan tangan kirinya santai ke
tubuh pendekar tersebut dan sedetik kemudian pendekar itu melayang ke arah
teman-temannya dan menghantam mereka semua hingga puluhan meter jauhnya. Semua
terdiam melihat kedashyatan biksu tua ini, ketika mereka tersadar barulah
mereka tahu kalau pendekar yang menyerang biksu itu telah tewas bersama puluhan
temannya yang bernasib sial ketiban tubuh pendekar itu.
“Aku sedang ada
urusan dengan Kuil Hati Kudus,” Kata Biksu itu dingin, “Yang menghalangi akan
mati!”
No comments:
Post a Comment