Saturday, August 12, 2017

BAB 2 – Melangkah keluar Dunia

BAB 2 – Melangkah keluar Dunia
Walaupun Tetua leluhur ingin mengantar Awan Biru menuju Kuil Hati Kudus secepatnya, namun pada kenyataannya rencana ini tertunda hingga 6 bulan dikarenakan banyaknya persiapan dan pekerjaan yang harus Tetua leluhur lakukan.

“Apa kau takut?” Tanya Tetua leluhur kepada pemuda tampan disebelah kanannya, “Ini kali pertama kau keluar dari kuil semenjak menjadi murid, kan?”

“Aku tidak takut,” Ujar Awan Biru tersenyum puas, ia sudah lama menantikan tibanya hari ini semenjak diberitahukan mengenai rencana perjalanan ini.

Bagi pendekar-pendekar muda, Tetua leluhur adalah tujuan hidup mereka dalam berlatih ilmu silat.

Tetua leluhur mengangguk puas mendengar ucapan Awan Biru dan berbalik melihat para Tetua Utama dan Tetua Inti yang mengantarkan mereka ke gerbang.

“Kurasa kalian cukup mengantarkan kami sampai disini,” Ujar Tetua Leluhur, “Kalian boleh pulang sekarang!”

Tetua pertama mengangguk setuju, mereka telah tiba diwilayah perbatasan Kuil Nimia dan memasuki wilayah penuh monster. Berbeda dengan perguruan-perguruan silat lain yang berada dalam wilayah dan perlindungan kerajaan, Kuil Nimia berada diwilayah penuh monster-monster mengerikan. Dari sini dapat terlihat bagaimana kuatnya Kuil Nimia itu.

“Kalau begitu kami permisi dulu,” Ujar Tetua pertama, “Kami berharap guru selalu baik-baik saja dan perjalanan ini berhasil!”

Para tetua lainnya mengikuti sikap Tetua Pertama dan membungkuk memberi hormat. Para Tetua Utama tidak lupa memberikan nasihat kepada Awan Biru mengenai apa yang boleh dan tidak boleh ia lakukan dalam etika pergaulan sebelum akhirnya meninggalkan Tetua Leluhur dan Awan Biru berdua saja.

“Ayo kita pergi!”

Tetua leluhur lalu menyusuri jalan setapak dan mulai berjalan di depan Awan Biru.

“Kemana tujuan kita, Guru?” Tanya Awan Biru bersemangat.

“Apa kau pernah mendengar mengenai Kuil Hati Kudus, Awan?” Tanya Tetua leluhur, “Kuil itu terletak di wilayah kerajaan Hilram di Benua Ori, sekitar 13 ribu km dari tempat ini”

“A.. aku pernah membaca mengenai kuil hati kudus,” Ujar Awan Biru menelan ludah, ia tidak menyangka kalau perjalanan pertamanya akan menempun jarak sebegitu jauh, “Mereka kuil silat yang hanya menerima murid perempuan. Di masa jayanya mereka mempunyai seorang pendekar wanita bernama Milia Aura yang mencapai tingkatan Kaisar Abadi. Sayangnya, semenjak 800 tahun yang lalu, keberadaan Milia Aura tidak diketahui dan semenjak itu kuil hati kudus terus mengalami kemunduran hingga akhirnya jatuh menjadi perguruan silat kelas 3!”

“Kau belajar dengan sangat baik!” Puji Tetua leluhur senang, “Betul kuil hati kudus sekarang telah menjadi perguruan silat kelas 3, namun demikian, ilmu silat hati kudus mereka masih ilmu silat terpilih!”

Di Miraj, terdapat 5 tingkatan ilmu silat yang menentukan kualitas ilmu tersebut yaitu, Biasa, Tinggi, Agung, Terpilih dan Terpilih Agung. Walaupun hanya terdapat 5 kelas namun kualitas antar kelas sangat jauh berbeda, bagaikan bumi dan langit. Dari sini saja dapat terlihat bagaimana hebatnya Ilmu silat hati kudus yang berada di tingkatan Terpilih.

“Bahkan, perguruan-perguruan silat besar di Miraj belum tentu mempunyai satupun ilmu silat di tingkatan terpilih ini!” Kata Tetua leluhur mengakhiri ucapannya.

“Kalau Kuil Nimia kita memiliki berapa ilmu silat terpilih, guru?” Tanya Awan Biru penasaran.

“Hehe, kalau soal ini perguruan kita dapat membusungkan dada terhadap perguruan manapun didunia!” Kata Tetua leluhur penuh kebanggaan, “Kita memiliki 2 ilmu silat tingkatan Terpilih Agung, 5 ilmu silat tingkatan terpilih dan puluhan ilmu silat tingkat agung!”

“Benarkah?”

“Ilmu pernapasan 4 arah yang dipelajari oleh semua murid Kuil Nimia berada di tingkatan Agung!” kata Tetua leluhur lagi, “Bayangkan, ilmu silat tingkat agung saja menjadi ilmu yang umum di kuil kita. Bukankah ini membuat perguruan lain menjadi malu?”

“Guru, benar!” Awan Biru mengangguk setuju dengan penuh kebanggaan, “Tapi, kenapa aku belum pernah melihat ilmu silat tingkatan terpilih dan ilmu silat terpilih agung?”

“Aih, itu karena ilmu tersebut kami rahasiakan!” seru Tetua leluhur menyentuh hidungnya, “Bagaimanapun baiknya sebuah perguruan silat, pewarisan ilmu silatnya tentulah penuh dengan kerahasiaan. Aku dan para tetua harus menjamin kalau kami tidak mengajarkan ilmu silat ke orang yang salah!”

“Benar, jika diwariskan ke murid yang durhaka hanya akan membawa musibah dikemudian hari!”

“Betul, betul,” Kata Tetua leluhur penuh perhatian.

Sepanjang perjalanan Tetua leluhur dan Awan Biru terus berbincang dan seminggu kemudian mereka tiba dikota perbatasan kerajaan Yorus. Tidak ada masalah selama perjalanan seminggu ini, walaupun mereka melintasi beberapa gunung yang penuh dengan monster, namun aura Tetua leluhur mampu menahan niat-niat jahat monster-monster tersebut. Sungguh kekuatan sangat mengerikan!

“Ini kota yang kecil,” Kata Awan Biru melihat sedikitnya penduduk yang berada dikota ini.

“Itu karena kota ini merupakan kota perintis,” Kata Tetua leluhur, “Karena kota-kota besar tidak berani berhadapan langsung dengan monster, maka mereka menginventasikan uang dalam jumlah besar untuk membangun tembok dan kota-kota kecil untuk melindungi mereka. Hal ini terjadi berulang-ulang dan dalam waktu yang lama hingga akhirnya kota-kota tersebut memutuskan untuk menjadi sebuah kerajaan!”

Awan Biru mengangguk mendengarkan pengajaran gurunya. Detil-detil seperti ini tidak ada dalam buku-buku yang Awan Biru baca.

“Kita akan bermalam dikota ini,” Ujar Tetua leluhur, “Besok pagi-pagi sekali kita akan naik perahu menyusuri sungai Kua hingga ke kota Ranm. Dari situ kita bisa menyeberang ke benua Ori dan menuju kerajaan Hiram!”

Tetua leluhur tertawa kecil melihat reaksi Awan Biru yang kebingungan mendengar ucapannya.

“Kau tentu berpikir kenapa kita tidak naik hewan gaib, kan?”

Di Miraj, selain terdapat monster terdapat juga berbagai makhluk gaib dan hewan gaib. Sebenernya ketiga makhluk itu adalah sama, makhluk yang mempunyai kekuatan dan Qi yang sebanding dengan manusia. Namun perbedaan mereka adalah cara memandang manusia, apakah sebagai teman, musuh atau makanan!

Mendengar pertanyaan Tetua leluhur mau tidak mau Awan Biru mengangguk. Sebenarnya ia penasaran kenapa mereka harus berjalan kaki mengingat Kuil Nimia memiliki banyak hewan gaib yang mampu mengangkut mereka kemana saja mereka mau.

“Wajar jika kau bingung akan hal ini,” Ujar Tetua leluhur, “Namun, aku menginginkan perjalanan ini semata-mata agar kau dapat melihat dunia ini dengan matamu sendiri bukan dari kacamata orang lain. Di Kuil Nimia posisimu sangat dihormati namun dimata orang lain kau tidak lebih baik daripada mereka. Apa kau mengerti apa yang kumaksud?”

“Aku mengerti, guru!” Jawab Awan Biru sungguh-sungguh.

Awan Biru lebih paham akan hal tersebut ketimbang siapapun. Tetua leluhur dan kebanyakan tetua lainnya tidak mengetahui bagaimana sikap para murid generasi junior terhadap Awan Biru dikarenakan kesibukan mereka.

6 bulan berlalu hingga akhirnya mereka tiba di kota Ranm. Sama seperti di kota-kota besar yang mereka singahi lainnya, ketika mereka memasuki pintu gerbang, puluhan pendekar telah berbaris rapi menyambut. Seberapapun inginnya Tetua leluhur untuk mengadakan perjalanan rahasia namun jaringan informasi kerajaan sangatlah dahsyat.

Tetua leluhur menerima penghormatan para pendekar tersebut dengan sopan namun tidak sedikitpun memperdulikan undangan mereka menginap dirumahnya. Walaupun berbagai pejabat dan pendekar menawarkan hewan gaib terbaik mereka untuk mengangkut Tetua leluhur dan Awan Biru, namun Tetua leluhur hanya menggelengkan kepala menolaknya.

Setelah beristirahat selama 2 hari dikota Ranm, Tetua leluhur dan Awan Biru melakukan perjalanan laut mereka dan menyeberang ke benua Ori. Waktu yang mereka butuhkan untuk menyeberang adalah 3 minggu, itupun termasuk beruntung karena cuaca yang cerah, jika terjadi badai maka waktu yang dibutuhkan bisa mencapai 5-6 minggu.

“Inikah Benua Ori?” Seru Awan Biru takjub.

Jika Benua Triak mempunyai banyak sekali gunung dan hutan maka benua Ori lebih merupakan padang rumput dan dataran tinggi. Namun itu hanya penilaian sekilas dari sudut pandang Awan Biru, mengingat ia baru saja menjejakkan kakinya di benua Ori maka penilaian dia belumlah layak untuk dipercaya.

“Disini kau harus lebih waspada,Awan,” Ujar Tetua Leluhur, “Kekuatan negara Hilram tidak sebesar negara Yorus sehingga mereka tidak bisa melindungi seluruh wilayahnya dari para monster!”

Awan Biru mengangguk dan berlari mengikuti Tetua leluhur. Berbeda dengan perjalanan sebelumnya, di Benua Ori Tetua leluhur mengajarkan berbagai teknik bertahan hidup, seperti memasak, menguliti dan membelah organ hewan dan cara pengawetannya, mengajari berbagai tanaman obat dan bagaimana penggunaannya dalam berbagai penyakit. Singkat kata, Tetua leluhur mengajari Awan Biru bagaimana menjadi mandiri di alam liar.

“Aku tidak tahu kapan, tapi kau pasti membutuhkan pengetahuan ini nantinya!”

“Iyah,” Jawab Awan Biru senang.

Walaupun Tetua leluhur selalu mewanti-wanti Awan Biru untuk terus waspada namun pada kenyataannya tidak ada satupun masalah sepanjang perjalanan. Di satu sisi, kekuatan Tetua leluhur mampu menahan keinginan para monster untuk memangsa mereka dan disisi lain, surat ijin perjalanan dari kerajaan Yorus juga membuat para birokrat kerajaan Hilram tidak berani mengganggu kedua biksu ini.

Sekitar 4 bulan perjalanan akhirnya mereka tiba di sebuah rentetan gunung yang seperti jari-jari manusia. Gunung tersebut bernama Pegunungan 10 jari dikarenakan bentuknya yang benar-benar seperti jari-jari manusia, bahkan gunung ketiga dan gunung kedelapan hampir mirip seperti jari tengah manusia karena tingginya melebihi tinggi gunung-gunung lainnya.

“Pegunungan 10 jari,” Ujar Tetua leluhur yang melihat ketakjuban Awan Biru, “Kau tidak akan melihat pegununungan seperti ini lagi di Miraj, Awan!”

“Ini benar-benar indah,” Ujar Awan Biru terkagum.

“Jika saja kau ketempat ini pada pagi hari maka kau bisa melihat Matahari terbit dari sela-sela gunung dan itu sangatlah indah!”

“Guru pernah kemari sebelumnya?”

“Tentu saja,” Kata Tetua leluhur, “Sejak muda aku berulang kali ke tempat ini untuk berbagai urusan. Kuyakin di masa mendatang kau akan sering ketempat ini.”

“Kuharap juga begitu,” Ujar Awan Biru sungguh-sungguh, ia ingin berguna bagi gurunya dan bagi kuilnya, “Guru, kenapa Kuil Nimia sangat baik kepadaku?”

“Kau kan sudah tahu alasannya,” Kata Tetua leluhur lembut.

“Aku tahu, tapi aku hanyalah anak yang tidak mampu menembus tingkat 4,” kata Awan Biru nelangsa, “Aku tahu kalau perjalanan ini agar aku mampu menembus hambatan yang kualami, namun, bagaimana jika aku gagal?”

“Gurumu ini percaya kalau kau adalah anak berbakat!” Ujar Tetua leluhur sungguh-sungguh, “Jika cara ini gagal maka kita bisa mencoba cara lain. Kuil Nimia tidak kekurangan sumber daya manusia maupun sumber daya alam untuk mengatasi masalah ini! kau tidak perlu takut, Awan!”

Awan Biru mengangguk dalam-dalam sambil menghapus airmatanya, “Aku pasti tidak akan melupakan budi guru dan para tetua!”

Tetua leluhur tertawa mendengar itu, “Budi antara Kuil Nimia dan Klan Biru sudah terpatri di hati semua orang selama ribuan tahun, Awan. Kita ini 1 hati dan 1 tubuh, jika hati terluka maka tubuh tidak akan nyaman dan jika tubuh terluka maka hati tidak akan tentram! Jika kau sudah besar nanti maka tidak boleh sekalipun kau melupakan hubungan antara Klan Biru dan Kuil Nimia, kau paham,kan!?”

“Murid paham, guru!”

“Baiklah, sekarang saatnya kita masuk ke Kuil Hati Kudus!”

“Eh, memangnya kita sudah sampai?”

“Pegunungan 10 jari inilah tempat dimana Kuil Hati Kudus berada,” Tetua leluhur menjelaskan, “Pada masa jayanya, Kuil Hati Kudus menguasai kesepuluh gunung namun sekarang mereka hanya mampu mempertahankan Gunung ketiga, sisanya telah diambil oleh perguruan lain!”

“Sungguh sangat menyedihkan!” Kata Awan Biru bersimpati.


Beberapa jam kemudian Tetua leluhur dan Awan Biru tiba di kaki gunung ketiga, tempat Kuil Hati Kudus berada. Namun berbeda dengan dugaan mereka, tempat tersebut sangat ramai dan penuh dengan orang-orang berseragam pendekar berwana merah dan hijau.

“Hai, Biksu!” Hardik seorang pendekar, “Kalian mau kemana!?”

“Salam, semoga dewa menunjukkan belas kasihnya kepada kita,” Ujar Tetua Leluhur dan Awan Biru bersamaan.

Pendekar itu tidak sedikitpun peduli dengan salam Awan Biru dan Tetua leluhur, malahan ia mencabut goloknya dan menunjuk-nunjuk mereka, “Katakan, apa urusan kalian ketempat ini?”

“Salam, kami kedua pendeta ingin bertemu dengan pengurus Kuil Hati Kudus!” Kata Tetua leluhur mulai kesal.

“Tidak ada, tidak ada!” Seru Pendekar itu arogan, “Hari ini sedang ada ritual lamaran antara tuan muda Yoro Wural dari Klan Wural dengan Nona Risa Aura, tidak ada yang boleh menganggu!”

“Salam, kami tidak berniat menganggu,” Ujar Tetua leluhur berusaha sabar, “Kami telah menempuh perjalan selama hampir satu tahun untuk mencapai tempat ini, kuharap kalian tidak mempersulit kami!”

Pendekar itu berpikir, jikalau kedua biksu ini memerlukan waktu yang lama untuk tiba ke tempat ini tentu mereka hanyalah biksu biasa, sebab para pendekar kuat dari perguruan atau klan-klan besar mempunyai banyak sekali hewan gaib yang dapat mempercepat waktu perjalanan.

“Bandel sekali ini biksu!” Seru Pendekar itu marah, “Ini peringatan terakhir, pergi dari tempat ini atau aku akan membunuhmu!”

“Aih, semoga dewa menunjukkan belas kasihnya,” Kata Tetua leluhur masih bersabar, “Anak muda, tidak perlu kau merasa angkuh hanya karena jumlahmu yang banyak. Sebaiknya kau panggil atasanmu untuk berbicara kepadaku!”

Pendekar itu terdiam mendengar ucapan Tetua leluhur, walaupun begitu Klan Wural merupakan 1 dari 10 Klan utama di kerajaan Hilram dan setiap pendekar klan utama mempunyai rasa angkuh yang sangat tinggi hingga sering merendahkan orang lain, tidak terkecuali pendekar ini.

“Bajingan tua!” Seru Pendekar itu garang, “Dikasih hati masih tidak mengerti juga. Sekarang makanlah golok ini dan pergilah ke Neraka!”

Pendekar itu melesat cepat dan menebaskan goloknya ketubuh Tetua leluhur. Melihat itu, Tetua leluhur hanya menghela napas kecil sambil mengibaskan tangan kirinya santai ke tubuh pendekar tersebut dan sedetik kemudian pendekar itu melayang ke arah teman-temannya dan menghantam mereka semua hingga puluhan meter jauhnya. Semua terdiam melihat kedashyatan biksu tua ini, ketika mereka tersadar barulah mereka tahu kalau pendekar yang menyerang biksu itu telah tewas bersama puluhan temannya yang bernasib sial ketiban tubuh pendekar itu.


“Aku sedang ada urusan dengan Kuil Hati Kudus,” Kata Biksu itu dingin, “Yang menghalangi akan mati!”










No comments:

Post a Comment