BAB 6 – Perpisahan
Setelah selesai
berdandan, Risa Biru langsung keluar dan menemui Awan Biru yang tengah
berdiskusi dengan para Tetua Kuil Nimia, di antara mereka juga terdapat Ketua
Yori dan 2 Tetua Kuil Hati Kudus.
“Murid memberi
hormat kepada para Tetua,” Kata Risa Biru sopan dan langsung mengambil posisi
disamping Awan Biru.
Melihat pasangan
suami istri baru ini saling memandang dengan pandangan mencinta, mau tidak mau
membuat para tetua yang ada disitu menjadi salah tingkah. Mereka semua telah
berusia lanjut namun dari muda mereka telah membatasi diri mereka dan berfokus
dalam ilmu silat, sehingga melihat pasangan ini membuat diri mereka merasa
sedikit malu.
“Apa yang sedang
kalian bicarakan?” Tanya Risa Biru kepada Awan.
“Ah, itu,” Ujar
Awan Biru bingung.
“Kami
membicarakan mengenaimu, Risa,” Kata Tetua leluhur lembut, “Saat ini kamu telah
menjadi istri sah dari Awan Biru, itu berarti kamu juga murid dari Kuil Nimia.
Aku sudah berbicara dengan gurumu, mulai hari ini, kamu akan ikut kami pulang
ke Kuil Nimia dan berlatih disana.”
“Tapi,” Ujar
Risa Biru menatap Awan, “Bukankah Awan akan tinggal disini untuk berlatih ilmu
hati kudus?”
“Awan memang
tinggal disini,” Kata Tetua leluhur lagi, “Mungkin ini sangat tidak enak,
mengingat kalian baru menikah kemarin. Namun, keputusan telah dibuat!
Percayalah, berlatih silat di Kuil Nimia merupakan kesempatan yang luar biasa
langka. Dengan talenta yang kamu miliki dan didukung sumber daya Kuil Nimia,
tidak menutup kemungkinan kamu bisa mencapai tingkatan Inti Bercahaya sebelum
berusia 25 tahun!”
“Tapi,” Ujar
Risa Biru khawatir melihat Awan. Saat ini Risa bukanlah Risa Aura yang mengejar
ilmu silat siang dan malam, dia kini menjadi Risa Biru, seorang istri yang
harus berada di sisi suaminya.
Ketua Yori hanya
menghela napas mendengar keraguan Risa. Ia tahu bagaimana perkawinan dapat
mengubah wanita 180 derajat.
“Risa,” Ujar Ketua
Yori, “Aku tahu hal ini sangatlah berat, namun Awan membutuhkan kemampuan ilmu
silatmu. Jika kau tidak sungguh-sungguh dalam berlatih silat maka Awan akan
berada dalam bahaya!”
“Ah,” Risa melirik Awan
Biru dan mulai ingat kalau bocah disampingnya ini hanya memiliki kekuatan di
tingkat 3 Pembuka Energi. Bahkan anak umur 7 tahun mempunyai kekuatan yang
lebih baik daripada Awan.
“Awan, kamu adalah
suamiku,” Kata Risa Biru sungguh-sungguh, “Bagaimana menurutmu mengenai hal
ini, apakah aku harus ikut ke Kuil Nimia dan berlatih ilmu silat dengan para
gurumu, ataukah aku tetap disini dan berada disampingmu?”
“I..Ini,” Kata Awan
Biru ragu-ragu, ia masih seorang bocah dan tidak mengerti apapun, sepanjang
hidupnya ia hanya mengandalkan petunjuk Tetua Leluhur atau para tetua lainnya.
Awan Biru merupakan anak polos dan jujur, walaupun ia mahir dalam berbagai
disiplin ilmu selain silat, namun sifatnya yang belum mengenal dunia membuat
dirinya masih sangat naif, “Kurasa apa yang dikatakan Tetua leluhur sudah
tepat. Kamu hanya perlu menurutinya!’
Wajah Risa Biru
langsung berubah menjadi tidak enak mendengar ucapan Awan. Bagaimanapun dia
adalah istrinya, bagaimana mungkin ia bisa menyuruh istrinya sendiri pergi ke
suatu tempat yang jauh seorang diri! Namun Risa Biru berusaha mengerti,
cepat-cepat ia mengubah raut mukanya menjadi lebih tenang dan mulai tersenyum,
“Jika suamiku telah berkata seperti itu, maka sebagai istri, aku akan
menurutinya. Tetua leluhur, aku bersedia untuk berlatih di Kuil Nimia!”
“Bagus, bagus,” Ujar
Tetua leluhur sambil tertawa senang, ia tahu bagaimana perasaan Risa Biru,
namun hal ini dia lakukan untuk kebaikan suami istri ini sendiri, “Kita akan
berangkat siang ini. kamu bisa mempersiapkan dirimu!”
“Siang ini?” Seru Risa
Biru tidak percaya, “Mengapa begitu cepat?”
“Sebenarnya tidak bisa
dibilang cepat juga, Risa,” Ujar Tetua Kelima, “Perjalanan Tetua Leluhur dan
Awan Biru ke tempat ini telah memakan waktu hampir 1 tahun. Kami rasa sudah
waktunya untuk Tetua Leluhur kembali ke Kuil Nimia.”
“Aku mengerti,” Kata
Risa Biru seraya bangkit, “Kalau begitu aku permisi terlebih dahulu untuk
mempersiapkan barang bawaanku.”
Risa Biru memberi
hormat dan melemparkan pandangan kepada Awan sebelum pergi dengan tampang
kesal.
“Kurasa kamu harus
menyusulnya dan membantunya mempersiapkan barang bawaan, Awan,” Kata Ketua Yori
serius.
“Ah, baiklah,” Kata
Awan Biru buru-buru dan berlari meninggalkan para tetua.
“Dasar anak muda!” Kata
Tetua leluhur tertawa yang diikuti oleh semua yang ada disitu.
“Apa kamu benar-benar
menginginkan aku untuk berlatih silat di Kuil Nimia?” Tanya Risa Biru nelangsa
kepada Awan.
Awan mengangguk serius,
“Aku membutuhkan kemampuanmu, Risa.”
“Tapi, kita baru
bertemu selama 1 bulan,” Kata Risa pelan, “Walaupun aku telah menjadi isterimu
namun hubungan kita hanya sekejab saja. Aku takut ketika aku pergi berlatih
ilmu silat selama bertahun-tahun maka kamu akan melupakan diriku dan beralih ke
perempuan lain!”
Awan Biru terdiam
mendengar ucapan Risa, istrinya itu. seseorang tidak boleh lupa kalau Awan
barulah berusia 13-14 tahun sementara Risa telah berusia 19 tahun, selain itu,
Awan Biru merupakan anak laki-laki yang pertumbuhan kedewasaannya jauh lebih
lambat daripada perempuan. Tidak peduli seberapa cerdasnya dia, menghadapi
situasi seperti ini membuat Awan Biru mati kutu. Sejujurnya, semua pria pasti
mati kutu dihadapan istrinya apalagi seorang bocah.
Awan Biru menundukkan
kepalanya, ia tidak berani menatap mata istrinya. Didalam hatinya ia
benar-benar heran, bagaimana mungkin seorang wanita seperti dewi yang
bermesraan semalam dengan dirinya dapat mengeluarkan tatapan seperti seekor
singa yang hendak menerkam!
Melihat tingkah Awan
Biru yang terdiam, mau tidak mau membuat Risa Biru menghela napas. Ia sadar
kalau suaminya masih sangat muda!
‘Aku yang harus
membimbing dia sampai dewasa,’ Pikir Risa Biru sungguh-sungguh, ‘Tetua leluhur
benar, dimasa depan dia akan menjadi orang besar dan harus ada yang mampu
melindungi dan membimbing dirinya! Aku adalah istrinya, sebagai istri yang baik
aku harus mampu melakukan itu semua. Baiklah, aku akan menuruti perintah Tetua
Leluhur. Akan tetapi, harus ada jangka waktunya!’
“Baiklah,” Ujar Risa
Biru, “Asal kamu berjanji tidak akan main mata dengan perempuan lain, maka aku
akan menuruti permintaan Tetua Leluhur dengan sungguh-sungguh!”
“I..Ini,” seru Awan
Biru terdiam, dia tidak mengerti kenapa Risa harus bersikap seperti ini,
bukankah dia sudah menjadi istrinya? Sudah sewajarnyakan dia sebagai suami
untuk bersikap setia terhadap istri, “Tentu saja! Aku berjanji tidak akan
bermain mata dengan wanita manapun selain dirimu!”
“Apa kamu yakin?”
“Aku yakin!”
Kata Awan Biru sungguh-sungguh sambil menggenggam kedua tangan istrinya.
Melihat
kesungguhan Awan Biru membuat kegundahan hati Risa menjadi sirna. Ia mengangguk
dan membalas genggaman tangan suaminya, karena suaminya baru masuk ke masa
puber sehingga tangan Risa sedikit lebih besar daripada tangan Awan, namun
mereka berdua tidak mempermasalahkan hal itu. sedikit demi sedikit tubuh mereka
semakin mendekat sebelum akhirnya menyatu dan tidak terpisahkan.
Siang harinya
rombongan Kuil Nimia telah bersiap untuk pulang, namun berbeda dengan hari
keberangkatan, kali ini turut serta dalam rombongan kuil Nimia, 10 orang gadis
dari Kuil Hati Kudus. 1 orang dari mereka adalah Risa Biru, sementara 9 orang
lainnya adalah murid Kuil Hati Kudus yang bertugas melayani Risa Biru. Tentu
saja, walaupun disebut melayani namun sesungguhnya kesembilan murid itu
merupakan murid terbaik yang dimiliki Kuil Hati Kudus, sebagai pelayan Risa
Biru tentu mereka akan mendapatkan berbagai keuntungan dari Kuil Nimia dalam
perkembangan ilmu silatnya. Inilah yang dikatakan Jahe semakin tua semakin
pedas. Walaupun Ketua Yori gagal mempertahankan posisi Kuilnya dan jatuh
menjadi perguruan tingkat 3 namun pengalaman hidup membuat dirinya pandai dalam
memainkan kartu yang ia miliki. Dalam keadaan seperti inipun ia berhasil
memanfaatkan semua keuntungan yang bisa ia peroleh. Sungguh wanita yang sangat
mengerikan.
Tetua leluhur
hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan kepala ketika melihat Ketua Yori
meletakkan para pelayan untuk Risa. Sekali lihat saja, ia sudah bisa menilai
kemampuan silat mereka dan menebak rencana Ketua Yori. Tentu saja ia tidak
memandang buruk terhadap Ketua Yori, justru sebaliknya, ia memuji rencana ini.
jika hal begini saja ia tidak mampu melaksanakannya maka ia tidak pantas
menjadi seorang Ketua perguruan silat. Begitulah kira-kira pandangan Tetua
Leluhur kepada Ketua Yori.
“Guru,” Ujar
Tetua kelima, “Semua sudah siap, kita bisa segera berangkat!”
Tetua leluhur
mengangguk dan berpamitan kepada semua orang termasuk Awan Biru. Ia memeluk
murid kesayangannya itu dan menyerahkan sebuah cincin.
“Ini cincin dimensi,”
Ujar Tetua Leluhur menjelaskan, “Didalam cincin ini tersimpan banyak ramuan dan
pil yang mampu mendukung latihanmu. Selain itu, terdapat juga berbagai buku
silat yang Guru anggap cocok untukmu dan beberapa ratus koin emas untuk
jaga-jaga. Jika kamu telah menembus tingkatan Kulminasi Energi, maka kirimkan
surat kepadaku, aku pasti akan menyuruh salah seorang tetua untuk mengantarkan
kitab silat lain yang lebih kuat dan lebih tinggi tingkatannya!”
“Murid mengerti,
guru!” Ujar Awan Biru.
“Tidak perlu
kamu takut kalau cincin ini akan direbut orang lain,” Kata Tetua leluhur,
“Cincin ini mempunyai formasi Qi dan rune yang sangat rumit, selain aku dan
dirimu, tidak ada satu orangpun didunia ini yang mampu membukanya. Selain itu,
cincin ini juga akan membantumu ketika dirimu dalam bahaya!”
“Benarkah?” Seru
Awan Biru terharu, “Guru sungguh baik kepadaku. Murid sangat berterima kasih!”
“Anak bodoh,
tentu saja seorang Guru harus memperhatikan muridnya!” Kata Tetua leluhur
tertawa, “Baiklah, kalau begitu kami berangkat dulu!”
Tetua leluhur
dan seluruh rombongan Kuil Nimia menaiki elang raksasa masing-masing. Rombongan
Kuil Kudus berada diatas elang yang sama dengan Tetua leluhur dan Tetua kelima,
sementara tetua keempat dan para murid Kuil Nimia lainnya berada di elang yang
lain. Selagi mereka semua menaiki elang, Risa menatap Awan Biru dengan
pandangan penuh kekhawatiran.
“Suamiku,”
Ujarnya, “Walaupun kamu adalah tamu agung di Kuil Hati Kudus, kamu tetap tidak
boleh berlaku seenaknya! Bagaimanapun juga semua orang yang ada disini adalah
keluargaku semenjak kecil. Perlakukan para tetua seperti kamu memperlakukan
guru-gurumu di Kuil Nimia, sebab bagaimanapun juga mereka adalah guruku, guru
istrimu. Mereka yang merawat aku semenjak kecil dan menggantikan peran
orangtuaku.”
“Aku mengerti,
istriku,” Ujar Awan Biru sungguh-sungguh, “Aku akan memperlakukan mereka
seperti orangtuaku sendiri. Kamu jangan khawatir!”
Risa Biru
mengangguk senang, “Aku akan mengirimkanmu surat sesering mungkin,” Kata Risa
Biru, “Kuharap kamu dapat selalu membalasnya.”
“Tentu saja,”
Kata Awan Biru, “Kirimkan surat kepadaku setiap hari, dengan begitu aku akan
selalu mengingatmu”
Risa tertawa
geli mendengar ucapan Awan, “Mana mungkin aku dapat mengirimkanmu surat setiap
hari, jarak antara Kuil Nimia dan Kuil Hati Kudus saja terpisah ribuan kilo.
Baiklah, aku akan mengirimkan surat untukmu seminggu sekali, bagaimana?”
“Seminggu sekali
juga bagus!” Kata Awan Biru tersenyum lebar.
Kedua sejoli itu
berpelukan sebelum akhirnya berpisah. Risa Biru menaiki elangnya sambil
melambaikan tangan kepada Awan Biru dan memberi hormat kepada semua
guru-gurunya.
“Murid pergi
untuk menuntut ilmu,” Ujarnya sungguh-sungguh, “Murid pasti akan kembali dengan
membawa perkembangan yang tidak memalukan!”
“Aku percaya
itu, Risa,” Ujar Ketua Yori tersenyum lembut, “Berlatihlah dengan
sungguh-sungguh dan pelajarilah semua yang bisa kamu pelajari. Aku yakin, ilmu
apapun yang kamu pelajari tidak akan berakhir sia-sia untuk masa depanmu.”
“Aku mengerti,
guru,” Ujar Risa Biru lagi, “Mohon guru dan para tetua semua menjaga kesehatan.
Murid pasti kembali secepat mungkin!”
Mendengar itu
semua tetua menjadi tersenyum puas dan memberikan kata-kata berkatnya.
Bagaimanapun hubungan mereka dengan Risa bukan sekadar hubungan Guru dan murid
biasa, namun lebih seperti keluarga.
Elang-Elang yang
membawa rombongan Kuil Nimia perlahan mulai mengibaskan kedua sayapnya dan
mulai terbang tinggi melintasi awan-awan yang membumbung dilangit. Hanya dalam
hitungan detik, elang-elang raksasa itu sudah tidak lagi terlihat.
2 Hari kemudian,
rombongan Kuil Nimia telah tiba di Gunung Nimia. Walaupun disebut Gunung Nimia,
namun sesungguhnya wilayah kekuasaannya mencapai ratusan kilometer ke segala
arah dengan Gunung Nimia sebagai pusatnya. Burung-Burung elang itu mulai
berterbangan menuju bukit hanya burung elang yang membawa rombongan Risa Biru
saja yang memisahkan diri dan mendarat di kaki gunung.
Di kaki gunung
tersebut berdiri banyak sekali paviliun-paviliun yang tertata rapi dan
membentuk komplek demi komplek. Diantara sekian banyak paviliun terdapat 1
paviliun megah dan tinggi mencapai 8 lantai, Elang yang membawa Tetua leluhur
dan rombongan Risa Biru berhenti di paviliun tersebut.
“Ini merupakan
paviliun Biru,” Ujar Tetua leluhur, “Tempat kediaman keluarga Biru ketika
berkunjung ke Kuil Nimia. Tentu saja, diatas juga ada Paviliun milik keluarga
Biru juga, namun wanita tidak diijinkan masuk ke Kuil Nimia kecuali ada situasi
khusus. Kuharap Nyonya Biru bisa mengerti akan hal ini”
Risa Biru
mengangguk sambil tersenyum, ia senang dipanggil dengan sebutan Nyonya Biru,
ada rasa kebanggaan dalam sapaan tersebut.
“Aku mengerti,
guru,” Ujar Risa Biru.
“Ayo masuk, aku
akan memperkenalkanmu dengan pengurus paviliun ini”
Risa dan
rombongannya mengikuti Tetua leluhur masuk ke dalam paviliun, mereka disambut
10 wanita tua yang membungkuk memberi hormat kepada mereka semua.
“Salam kepada
Tetua leluhur,” ujar pemimpin wanita tersebut, “Semoga dewa menunjukkan belas
kasihannya kepada kita”
“Salam, nyonya
Uli,” Semoga dewa menunjukkan belas kasihannya kepada kita. Nyonya Uli, mari
aku perkenalkan dengan istri Awan Biru, Nyonya Risa Biru. Secara sah dialah
pemilik paviliun ini sekarang.”
“Salam, Nyonya
Biru,” kata Nyonya Uli hormat, “Semoga dewa menunjukkan belas kasihannya kepada
kita”
“Salam, Nyonya
Uli,” Balas Risa Biru, “Semoga dewa menunjukkan belas kasihannya kepada kita”
Tetua leluhur
mengangguk melihat itu dan dari cincin dimensinya, ia mengeluarkan sebuah
stemper berlambang burung rajawali emas dan menyerahkannya kepada biru beserta
sebuah cincin dimensi.
“Ini merupakan
stempel klan Biru,” ujar Tetua leluhur, “Kuharap kamu bisa menjaganya dengan
baik. lalu, cincin ini merupakan cincin dimensi milik Klan Biru, kamu bisa
menyimpan barang-barang yang kamu mau ke dalam cincin tersebut!”
Risa Biru
tersentak menerima cincin dimensi tersebut. Di Planet Miraj, Cincin Dimensi
merupakan benda pusaka yang tidak ternilai. Bahkan Cincin Dimensi kualitas
terendah sekalipun dapat menimbulkan perang antar kerajaan, apalagi Cincin
Dimensi kualitas terbaik yang diberikan oleh Tetua leluhur ini.
“Sama seperti
cincin dimensi yang kuberikan kepada Awan, cincin ini dilindungi oleh formasi Qi
dan rune yang rumit. Jika kau mengunci cincin ini dengan darah, maka selain
dirimu tidak ada lagi yang bisa membuka cincin tersebut,” Tetua Leluhur
menjelaskan, “Lalu, cincin milikmu dan cincin Awan Biru saling berhubungan.
Walaupun tidak bisa berkomunikasi namun kalian akan tahu keadaan pasangan
kalian, jika salah satu diantara kalian meninggal dunia, maka cincin ini akan
mengabarkannya!”
“Aku mengerti,
Tetua leluhur,” ujar Risa Biru, “Terima kasih banyak atas perhatian Tetua
leluhur terhadap keluarga kecil kami!”
“Tidak masalah,”
Ujar Tetua leluhur mengibaskan tangannya, “Baiklah, kalau begitu kamu bisa
berdiskusi dengan Nyonya Uli mengenai paviliun ini. Aku akan kembali ke Kuil
Utama. Besok Tetua Kelima, pamanmu, akan kemari untuk memberikanmu kitab-kitab
silat dan berbagai ramuan serta pil untuk menunjang latihanmu. Apa kamu
mengerti?”
“Aku mengerti,
Tetua leluhur”
“Kalau begitu,
aku pamit,” Ujar Tetua leluhur, “Salam”
“Salam, Tetua
leluhur”
Setelah itu,
Risa Biru langsung menyusun paviliun tersebut dengan terstruktur dan rapi. Ia
menyewa puluhan pelayan yang berada di bawah para pelayan tua tersebut dan
menggandakan gaji para pelayan tua yang setia tersebut. Tindakan-tindakan Risa
Biru membuat para pelayan yang ada disana menyukai majikan barunya tersebut, ia
adil, cantik dan pintar.
No comments:
Post a Comment