Awan Biru berbalik menghadap Ketua Yori dan berkata,
“Mohon buka semua pakaian Mina dan mohon lakukan pengecekan apakah luka yang ia
alami hanya karena jatuh dari tebing atau ada luka lain!”
Walaupun Awan Biru menggunakan kata mohon sebanyak 2 kali
namun sesungguhnya perkataannya itu bukanlah permohonan melainkan perintah.
Dari nada bicaranya saja dapat terdengar tekanan untuk melakukan hal tersebut
secepat mungkin.
Ketua Yori mengangguk dan menyuruh seorang tetua untuk
membuka seluruh pakaian Mina Sulastri, sementara Awan Biru menyingkir dan
berbalik badan selama pemeriksaan tersebut. Entah kenapa Awan Biru merasa tidak
pantas untuk melihat tubuh Mina dalam keadaan tidak berpakaian, lagipula, ia
percaya dengan kredibilitas Ketua Yori dalam mengurus permasalahan ini.
‘Tidak mungkin ia berbohong kepadaku,’ Pikir Awan Biru
polos.
Seusai memeriksa, Tetua wanita tersebut berdiri sambil
menggelengkan kepala sebelum memberi hormat kepada Ketua Yori dan berkata,
“Aih, walaupun kematian anak ini disebabkan karena jatuh dari jurang, namun
dari dalam tubuhnya diketemukan tanda-tanda serangan silat yang sangat ganas!”
Diam, semua terdiam mendengar analisa dari Tetua
tersebut. Ini benar-benar diluar dugaan.
“Apa kau tahu jenis serangan apa yang mengenai Mina?”
Tanya Ketua Yori tidak percaya.
“Di dalam tubuhnya terdapat 2 jenis serangan Qi,” Terang
Tetua itu, “Kedua Qi tersebut bersifat keras dan menghantam
punggung dan dada anak ini. Dari
sini dapat terlihat kalau anak ini, sebelum terjatuh, ia melihat orang yang
menyerangnya!”
“Aku mengerti,” ujar Ketua Yori pucat, ia tidak tahu
siapa penyerang dengan Qi keras tersebut namun semua pengikut Kuil Hati Kudus
belajar ilmu silat dengan Qi lembut. Itu berarti tidak ada
keterlibatan Kuil Hati Kudus, namun Ketua
Yori
belum bisa sepenuhnya yakin, “Terima
kasih atas analisamu, Tetua”
“Baik, Ketua,” Ujar Tetua wanita tersebut sambil undur
diri kembali ke barisan para Tetua.
“Awan Biru,” Ujar Ketua Yori sungguh-sungguh, “Mengenai
masalah ini kau tidak perlu khawatir, kami pasti akan melakukan upaya yang
terbaik dalam mengungkap siapa pembunuh Mina Sulastri!”
Awan Biru mengangguk, ia percaya penuh dengan ucapan
Ketua Yori. Tidak mungkin seorang Ketua sepintar Ketua Yori mau mengorbankan
hubungan baik dengan Kuil Nimia hanya karena seorang pelayan. Ia tidak mungkin
bertindak gegabah dalam masalah ini.
Awan Biru mengangguk setuju, permasalahan masih belum
terang tidak perlu untuk ngotot akan sesuatu yang belum pasti.
Ketua Yori tersenyum lemah ketika melihat Awan Biru tidak
mempersulit dirinya. Anak ini benar-benar pintar, jika saja ia tidak mempunyai
kelainan didalam tubuhnya dan mampu mempelajari ilmu silat, pasti ia akan
menjadi pendekar nomor satu di masa depan.
“Ketua Yori,” Ujar Vira Aura, “Bagaimana dengan upacara
pembakaran mayat?”
“Tunda dulu,” Perintah Ketua Yori, “Tempatkan jenazah
Mina Sulastri di ruangan peti mati dan berikan pengawet, tidak ada yang boleh
masuk ruangan itu tanpa seijinku!”
“Siap, Ketua,” Ujar Vira Aura tegas tidak ada nada khawatir
sedikitpun didalam ucapannya.
Setelah itu, Vira Aura dan para murid dengan dibimbing Tetua
Ketiga, membawa jenazah Mina Sulastri keluar dari ruangan tersebut menuju rumah
duka, tempat para Jenazah dirawat sebelum dimakamkan. Awan Biru yang melihat
baimana jenazah Mina Sulastri dibawa, hanya mampu menghela napas sambil menyeka
air matanya, ia ingin segera kembali ke paviliunnya untuk mengatur rencana.
Namun baru saja ia mau pamit, Pangeran Rio dan pengawalnya masuk ke Aula Utama
dan memberi hormat.
“Ada masalah apa, Pangeran Rio?” Tanya Ketua Yori.
“Ketua Yori,” Ujarnya, “Dari semalam hamba mendengar
ribut-ribut di seluruh penjuru Kuil Hati Kudus dan menjadi tidak tenang. Ketika
hamba bertanya dengan seorang murid, ia menjelaskan kalau seorang Pelayan
kesayangan Tuan Awan Biru menghilang entah kemana. Sayang hamba tidak tahu
seperti apa rupa pelayan kesayangan Tuan Awan Biru tersebut, jika tidak hamba
pasti akan turut membantu pencarian itu”
“Terima kasih atas simpatinya,” Ujar Awan Biru dengan nada
sopan, “Tapi pelayanku yang hilang itu sudah ketemu!”
“Apa?” Seru Pangeran Rio tidak percaya, “Ah, tidak,
maksudku, itu sungguh berita baik!”
Mendengar ucapan Pangeran Rio, mau tidak mau membuat Awan
Biru dan Ketua Yori menjadi curiga.
“Akan tetapi pelayanku itu sudah tidak bernyawa lagi,”
Tambah Awan Biru dingin sambil memperhatikan setiap gelagat Pangeran Rio.
“Aih, itu sangat disesalkan,” Ujar Pangeran Rio
bersimpati, “Apakah kau tahu apa penyebab kematiannya?”
“Masih dalam penyelidikan, Pangeran Rio,” Potong Ketua
Yori, dia sudah berjanji untuk menangani kasus ini dengan penuh kehati-hatian
dan tidak ingin urusan ini menjadi melebar, “Lebih dari itu, apa penyebab
kedatangan Pangeran hari ini? Tidak mungkin hanya untuk menanyakan hal ini,
kan?”
“Sebenarnya,
karena Turnamen Internal Kuil Hati Kudus telah selesai, maka hamba hari ini
ingin pamit kepada Ketua untuk kembali ke Kerajaan Hilram,” Pangeran Rio
berbicara dengan penuh senyum, bagaimanapun juga ia tinggal di Kuil Hati Kudus
semata-mata karena undangan Ketua Yori untuk menyaksikan Turnamen Internal dan
kini turnamen itu telah berakhir, tidak ada alasan lagi baginya untuk tinggal
disini.
“Tidak! Sampai pembunuh Mina Sulastri diketemukan
tidak ada satu orangpun yang boleh keluar dari Kuil Hati Kudus,” Ujar Awan Biru
serius, “Aku mohon maaf, Pangeran Rio. Namun, anda dan pasukan anda tidak boleh
keluar dari tempat ini sampai masalah ini jelas!”
“Yang benar
saja,” Ujar Pangeran Rio tidak percaya, “Aku mau keluar dari tempat ini
sekarang atau nanti itu tidak ada hubungannya denganmu, Tuan Awan Biru! Ketua
Yori, kami akan pamit sekarang!”
“Aih, keadaan
sekarang sudah begini,” Ujar Ketua Yori menggelengkan kepalanya sambil menghela
napas, “Mohon maaf, Pangeran Rio. Tapi, kami belum bisa memberikan ijin keluar
dari Perguruan Kuil Hati Kudus sampai pembunuh Mina Sulastri diketemukan. Kami
akan mengabari Raja Hilram secepat mungkin mengenai masalah ini dan aku sendiri
yang akan datang untuk bertemu paduka Hilram, untuk meminta maaf atas kejadian
ini di masa mendatang! Aku benar-benar minta maaf atas masalah ini!”
“Apa-apaan ini!”
Raung Pangeran Rio gagal menahan emosi, “Memangnya kalian pikir kalian siapa?
Aku ini adalah Pangeran keenam dari Kerajaan Hilram, Kerajaan Hilram!! Kerajaan
yang menaungi perguruan ini, apa kalian pikir kalian bisa bertingkah seenaknya
terhadap diriku?”
“Aku benar-benar
meminta maaf, Pangeran Rio,” Ujar Ketua Yori menghela napas panjang, “Tapi,
keputusan kami sudah bulat. Sebaiknya Pangeran Rio kembali ke paviliun anda!”
“Ugh!” Pangeran
Rio melotot ke arah Ketua Yori dan Awan Biru bergantian, sebelum keluar dari
Aula Utama dengan penuh emosi, “Ayo kita kembali!”
“Terima kasih
atas bantuan ketua,” Ujar Awan Biru sungguh-sungguh ketika Pangeran Yori dan
rombongannya pergi, “Aku sangat paham betapa besarnya bantuan ini kepadaku!”
“Baguslah kalau
kau mengerti,” Ujar Ketua Yori tanpa basa basi, ia telah memperlakukan duta
negara dengan tidak sopan, jika Awan Biru tidak mengerti betapa beratnya
situasi yang dia tanggung tentu Ketua Yori akan memandang rendah Awan Biru.
“Kalau begitu,
aku permisi dulu,” Ujar Awan Biru.
Sesampainya di
Paviliun pribadinya, Awan Biru langsung menyuruh semua pelayan untuk keluar
dari ruangannya. Setelah memastikan tidak ada lagi orang selain dirinya, barulah
Awan Biru merasa lega dan berseru, “Kedua paman, keluarlah sekarang!”
Sedetik
kemudian, entah dari mana datangnya, 2 bayangan muncul disisi kanan dan kiri
Awan Biru. Bayangan tersebut perlahan menjadi jelas dan menampilkan 2 sosok
pria setengah baya dengan rambut yang memutih, mereka berdua memakai jubah
biksu berwarna hitam yang berbeda dengan jubah biksu Kuil Nimia pada umumnya.
“Salam, Paman
Putih. Salam, Paman Hitam,” Ujar Awan Biru penuh hormat, “Semoga dewa selalu
menunjukkan belas kasihnya kepada kita!”
“Salam, Awan
Biru,” Jawab kedua pria tersebut.
Walaupun Kuil
Nimia dan Kuil Hati Kudus merupakan teman baik dan terikat pernikahan antara
kedua muridnya, namun Para Tetua Utama Kuil Nimia tetap merasa khawatir atas
keselamatan dan keamanan Awan Biru. Mereka lalu mengutus 2 pendekar bawah tanah
(Pendekar bawah tanah merupakan pendekar-pendekar yang bersedia mengorbankan
nama dan hidupnya demi kemajuan sekte ataupun perguruannya. Biasanya mereka
melakukan pekerjaan-pekerjaan gelap secara rahasia) untuk melindungi Awan Biru.
Walaupun mereka pendekar bawah tanah namun kesaktian mereka tidaklah
sembarangan, mereka berdua telah mencapai tingkatan Inti bercahaya menengah,
sebuah tingkatan yang dapat membuat Kerajaan Hilram kewalahan.
“Paman Putih,
Paman Hitam, aku mempunyai permohonan kepada kalian”
“Apakah ini
mengenai Mina Sulastri?” Tanya pria berjulukan Paman Putih itu.
Awan Biru
mengangguk cepat, “Aku menduga ada yang tidak beres dengan kematian Mina,
kumohon agar paman sekalian bersedia membantuku”
“Aku mengerti,”
Ujar Paman Hitam, “Aku akan menginvestigasi ulang kematian Mina Sulastri!”
“Aku akan
menyelidiki Pangeran Rio,” Kata Paman Putih, “Timing dia untuk meminta pulang
berdekatan dengan kematian Mina Sulastri, aku curiga kalau dia ada
hubungannya!”
“Aku percayakan
masalah ini kepada paman sekalian!” Ujar Awan Biru memberi hormat.
Kedua paman itu
mengangguk sebelum kembali menghilang seperti bayangan. Dalam ilmu
menyembunyikan diri ataupun menghilangkan hawa keberadaan, kedua orang ini
merupakan ahlinya. Hanya Ketua Yori saja yang tahu mengenai keberadaan kedua
orang ini.
Sementara itu,
di sebuah tempat di komplek para tetua, Vira Aura berlutut sambil menangis
akibat ditampar berulang-ulang oleh seorang wanita. Beruntung ruangan tersebut
telah disegel dengan menggunakan formasi Qi, sehingga tidak ada suara yang
dapat keluar dari ruangan itu.
“Berani –
beraninya kau bertingkah seperti itu!” Ujar Wanita tersebut sambil menampar
Vira Aura sekali lagi.
“Ampuni aku,
ibu,” Raung Vira Aura menangis.
“Huh! Beruntung
aku yang disuruh memeriksa oleh Ketua Yori,” Kata Wanita yang ternyata adalah Tetua
yang memeriksa jenazah Mina Sulastri tadi, dia merupakan salah satu dari para Tetua Dalam yang
berada 1 tingkat dibawah Tetua Utama, “Jika tetua lain yang
disuruh memeriksa, mungkin kau sudah ketahuan!”
“Iyah, itu
sungguh suatu keberuntungan,” Ujar Vira Aura sambil menyeka air matanya, “Aku
benar-benar kaget ketika bocah itu meminta untuk melakukan pemerikasaan secara
menyeluruh, kukira dengan tubuh yang hancur seperti itu, ia akan buru-buru
melakukan upacara pembakaran!”
“Aih, dasar anak
bodoh,” Ujar Tetua bernama Windi Aura ini, “Awan Biru itu sangat pintar, itu
sebabnya ibu menyuruhmu untuk mendekatinya agar ia menjadikanmu istri keduanya!
Siapa sangka kau sangat tolol dan tidak mampu melakukan hal tersebut! Yang ada
kau malah bergaul dengan Pangeran Keenam yang tidak punya masa depan itu!”
“Ibu tidak perlu
sekeras itu,” Ujar Vira Aura merajuk, “Aku dan Pangeran Keenam hanya bersenang-senang,
aku bahkan menjaga diriku agar tidak hamil, ibu.”
“Bagus kalau kau
masih punya pikiran seperti itu!” Kata Windi Aura masih kesal, “Aih, Vira,
sudah berapa kali aku ingatkan kalau kita ini dalam pelarian! Jika Sekte Jiwa
Hitam itu tahu keberadaan kita
di tempat ini, maka akan habislah nyawa kita ini!”
“Aku menyesal,
ibu!”
“Aih, seandainya
saja kau bisa mendapatkan perlindungan dari Kuil Nimia tentu aku tidak akan
sekeras ini kepadamu!” Lanjut Windi Aura, “Dan lagi, kenapa juga kau harus
membunuh pelayan itu?”
“Ibu, aku sudah
menceritakan semuanya kepadamu, kan?” Kata Vira Aura mendekati kaki ibunya yang
tengah duduk diatas kursi, “Pelayan nakal itu melihat hubungan gelapku dengan
pangeran keenam, jika aku tidak membunuh dia pasti aku yang akan dibunuh oleh
Ketua Yori!”
“Ah, ini
benar-benar menjadi masalah yang memusingkan kepalaku,” Ujar Windi Aura
mengurut-urut keningnya, “Seandainya saja kau bukan anakku, mungkin aku sudah
mengikatmu dan mengirimmu ke hadapan Ketua Yori dan Awan Biru!”
“Ibu jangan
berkata seperti itu,” Ujar Vira Aura merajuk, “Di dunia ini hanya tinggal kita
berdua saja, keluarga kita semua sudah meninggal dibunuh sekte jiwa hitam. Jika bukan ibu yang melindungi aku, lalu siapa yang akan membela
aku?”
Mendengar hal tersebut
membuat perasaan Windi Aura menjadi lemah, bagaimanapun kasih sayang seorang
ibu terhadap anaknya sungguh sangatlah besar.
“Nasi sudah
menjadi bubur, bicara apapun tidak akan merubah yang sudah terjadi,” Ujar Windi
Aura, “Walaupun demikian, situasi yang berbahaya masih belum berlalu dari
dirimu. Pangeran Keenam itu hanya kuat dipermukaan saja namun didalamnya ia
merupakan seorang pengecut! Jika dirinya terasa terancam maka ia akan membuka
mulut dan memberitahukan kepada semua orang mengenai skandal antara kau dan
dirinya. Bukan itu saja, ibu yakin ia juga akan bercerita kalau kau ikut
membunuh Mina Sulastri bersamaan dengan dirinya. Jika itu terjadi maka
dipastikan kau akan mati oleh Ketua Yori ataupun Kuil Nimia.”
“Lalu, apa yang
sebaiknya aku lakukan, ibu?” Ujar Vira Aura ketakutan, “Aku benar-benar sudah tidak tahu harus
berbuat apa lagi!”
“Hanya ada 1
cara,” Ujar Windi Aura sungguh-sungguh, “Namun cara ini sangat berbahaya, 1
kesalahan saja maka nyawamu dan nyawaku akan musnah!”
“Hah, itu bukan
barang baru bagiku,” Ujar Vira Aura, “Selama masih ada cara pasti akan aku
lakukan. Taruhan nyawa tidak menakutkan bagi kita kan,bu?”
Windi Aura
mengangguk senang mendengar ucapan Vira Aura. Sejak Vira Aura masih kecil mereka selalu bergesekan
dengan maut,
mati sekarang atau mati nanti bukanlah masalah bagi ibu dan anak ini.
“Sekarang
katakan rencana ibu itu apa?”
“Rencana ibu
adalah mengorbankan Pangeran Keenam dan Awan Biru!”
“Mengorbankan?” Vira Aura mengerutkan keningnya.
“Saat ini
hubungan Kuil Nimia dan Kuil Hati Kudus sangatlah erat,” Windi Aura
menjelaskan, “Namun hubungan erat itu semata-mata hanya karena keberadaan Awan
Biru. Mengenai permasalah ini juga sama, seorang pelayan meninggal dunia
sebenarnya hal yang normal di perguruan manapun, terlebih jika pelayan itu
tidak bisa ilmu silat dan cacat, namun hal ini menjadi besar hanya karena Awan
Biru! Bisa dibilang, permasalahan ini bersumber karena bocah itu!”
“Ibu menyuruhku
membunuh Awan Biru?” Seru Vira Aura kaget.
“Tepat sekali!”
“Tapi, bagaimana
dengan Kuil Nimia?”
“Disitulah peran
Pangeran Keenam,” Ujar Windi Aura dengan senyum licik, “Kita akan meminjam
tangan pangeran keenam untuk membunuh Awan Biru, dengan begitu kita pasti aman
dari amukan Kuil Nimia! Kau tidak perlu takut, pria dengan otak pendek seperti
Pangeran Keenam tidak akan bisa membaca maksud kita! Kemarikan telingamu”
Windi Aura mulai membisikkan rencana detilnya kepada Vira
Aura dan perlahan wajah Vira Aura menjadi pucat.
“Tapi,” Ujar
Vira Aura ragu-ragu mendengar
rencana ibunya itu.
“Jangan takut,”
Ujar Windi Aura membelai rambut anaknya dengan lembut, “Rencana ibu pasti
berhasil. Kau hanya perlu membujuk Pangeran Keenam agar mau melakukan apa yang
ibu bilang tadi, sementara sisanya serahkan saja kepada ibu!”
“Baik bu,” Ujar
Vira Aura setuju, “Makasih banyak, ibu!”
Dini hari, Windi
Aura masih bersemedi dengan posisi bunga teratai di dalam ruangannya. Ia
mengatur pernapasannya dan perlahan tenaga Qinya mulai meningkat hingga
mencapai tingkatan Inti kembar awal. Ini sungguh mengagetkan karena tenaga Qi
milik Windi Aura harusnya hanya mencapai tahap awal Inti bercahaya.
“Ilmu silat Sekte Jiwa Hitam memang sangat hebat, tidak
heran mereka bersedia mengerahkan banyak uang dan tenaga untuk mencari kami dan
memaksa kitab ini kembali ke tangan mereka!” Ujar Windi Aura puas,
“Beruntung aku berhasil menembus
tingkatan Inti kembar awal dalam 1 tahun terakhir ini. Jika
tidak, aku dan Vira pasti berada dalam bahaya besar! Hmm, rupanya para anjing
penjaga Awan Biru sudah mulai bergerak. Sebelum menghabisi majikannya, habisi
dulu anjing penjaganya!”
No comments:
Post a Comment